Sabtu, 02 Mei 2009

Nasionalisme Pancasila


Kecintaan terhadap sesuatu itu sangat diperlukan dan secara naluriah ada sejak manusia itu terlahir. Kecintaan itu terlahir bukan berdasarkan hasil buah pikiran manusia yang kemudian meresap kedalam sanubarinya tetapi secara alamiah memang sudah ada sejak nafas pertama terhembuskan. Kecintaan terlahir secara naluriah karena adanya berdasarkan naluri setiap mahluk, demikian pula manusia.

Seperti setiap bayi yang baru lahir dan kemudian diletakkan di perut ibunya maka secara naluri dia akan bergerak tanpa menggunakan otaknya (karena belum berfungsi) kearah atas, ke dada ibunya. Sebenarnya yang dicarinya adalah detak jantung sang ibu, bukan puting susu ibunya dan detak itulah yang dia kenal dan cintai selama 9 bulan selama didalam perut ibunya. Itulah yang disebut kecintaan, yang kemudian akan berkembang dan berubah menjadi kecintaannya kepada sang bunda, bukan sang ayah. Ayah adalah kecintaannya yang kedua.

Kecintaan inipun akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan kemampuan berpikir dan nalurinya. Dari kecintaan seperti diatas kemudian berkembang menjadi kecintaan yang lebih komplek, yaitu kecintaan utamanya adalah kepada keluarga inti dan kecintaan keduanya adalah keluarga besarnya dan begitu seterusnya hingga mencapai kedewasaan berpikir berdasarkan pengalaman dan pendidikan maka kecintaannya dapat berkembang menjadi kecintaan yang lebih besar lagi yaitu kecintaan terhadap negara dimana dia menjadi warga negara dan merupakan kecintaannya yang utama.

Kecintaan kepada negaranya inilah yang kemudian akan melahirkan rasa kebangsaan yang besar dan kecintaan ini adalah bukan kecintaan milik pribadi, orang per orang tetapi milik setiap warga negara sebuah negara maka kecintaan ini akan mampu melahirkan sebuah ”isme” yang bersifat nasional dan selanjutnya dikenal sebagai ”nasionalisme”.

Jadi sebuah ”nasionalisme” adalah sebuah gerakan atas dasar naluriah atas kecintaan setiap warga negara sebuah negara terhadap negaranya sendiri, sehingga setiap negara akan mempunyai bentuk nasionalisme yang berbeda-beda dan tidak akan pernah sama satu dan lainnya. Nasionalisme adalah bersifat unik bagi setiap negara tetapi serupa bagi setiap warganya. Demikian pula ”nasionalisme” di negara kita tercinta, Indonesia, sangat unik karena merupakan kecintaan akan beragaman budaya, etnis dan suku serta agama, inilah bentuk dari Nasionalisme Pancasila.

Keaneka-ragaman budaya. Di pulau Jawa saja terdapat sedikitnya terdapat 2 ragam budaya dengan sub-budayanya masing-masing, Jawa Timur terdapat beberpa sub-budaya, Jawa tengah terdapat beberapa sub-budaya juga dan demikian pula sub-budaya Sunda, belum lagi budaya dengan sub-budaya lainnya yang terdapat di pulau-pulau di Indonesia. Kita wajib bangga dan menjaga ratusan ragam budaya milik kita, bangsa Indonesia.

Keaneka-ragaman etnis dan suku. Di pulau kalimantan saja terdapat beberapa etnis dan suku. Suku Dayak memiliki banyak sub-suku Dayak dengan ciri budaya dan bahasa daerahnya yang berbeda satu dengan lainnya, meski mereka masih dalam satu suku, Dayak. Dalam skala bernegara maka kecintaan utama adalah sebagai bangsa Indonesia tetapi dalam skala yang lebih kecil maka kecintaan utama adalah sebagai suku Dayak tetapi karena rasa kesatuan dan kebangsaan kita junjung lebih tinggi maka kecintaan sebagai bangsa Indonesia lebih diutamakan tanpa harus menghilangkan kecintaannya terhadap rasa kesukuannya.

Keaneka-ragaman agama. Di negara kita tedapat beberapa agama dan aliran kepercayaan yang sejak dahulu dapat hidup damai berdampingan bahkan saling membantu dan bahu membahu dalam banyak hal, baik dalam kebahagian maupun kedukaan. Kalaupun terdapat perselisihan maka hal tersebut lebih berdasarkan keegoisan sekelompok kecil orang, yang berusaha mempengaruhi orang lain dengan provokasi yang sebenarnya hanya demi kepentingan kelompok itu sendiri dan biasanya lebih dikarenakan pengaruh dari pihak-pihak di luar bangsa Indonesia, yang sangat mencintai kedamaian.

Keaneka-ragaman ini sebenarnya adalah kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia, yang tercermin dalam kalimat ”Bhinneka Tunggal Eka”, yang berarti ”Kesatuan dalam Keaneka-ragaman”. Satu Bahasa yaitu Bahasa Indonesia. Satu Bangsa yaitu Bangsa Indonesia. Satu Tanah air yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Kecintaan terhadap bangsa dan negara ini tercermin dalam sebuah budaya bangsa kita yaitu “gotong royong”, sebuah kebersamaan dalam berbagai hal demi menuju rakyat Indonesia yang adil dan makmur, sejahtera. Demikian pula dalam penyelesaian sebuah perselihan di negara kita terdapat sebuah kebiasaan yang dikenal denga “musyawarah untuk memperoleh mufakat”. Sebuah budaya yang tidak terdapat di negara lain.

Dalam hal keaneka-ragaman beragamapun di negara kita sejak dahulu sangat dijunjung tinggi dengan tidak membeda-bedakan Tuhan setiap agama dan dengan mempergunakan azas pada alenia diatas disepakati ”Tuhan Yang Maha Esa”, yang berarti Tuhan yang memiliki keesaan yang ”Maha” atau lebih diatas keeasaan apapun juga. Ulasan ketiga alenia diatas tercermin dengan sangat jelas pada Pancasila dengan keLima silanya. Inilah dasar negara kita yang sangat hebat dan tak lekang oleh jaman jika kita mampu menafsirkannya dengan baik dan cermat.

Bagiamana tidak, kelima sila pada Pancasila tersebut mampu merangkumkan keaneka-ragaman budaya, etnis dan suku serta agama yang ada di bumi nusantara ini. Dan hebatnya lagi kelima sila tersebut dapat diringkas menjadi tiga isme utama, yaitu Nasionalisme, Internasionalisme dan Universalisme (Alam Semesta Raya / KeTuhanan). Nasionalisme sebagai rasa kecintaan terhadap bangsa dan negara Indonesia, sedangkan Internasionalisme adalah sebagai wujud kecintaan terhadap perdamaian dunia dan universalisme adalah wujud kecintaan terhadap keesaan sang pencipta alam semesta raya, Tuhan Yang Maha Esa.

Dan nasionalisme kita, bangsa Indonesia adalah Nasionalisme Pancasila, yang begitu hebat dan diakui di negara lain bahkan beberapa negara menjadikan Pancasila sebagai patrun dalam menjalankan roda bernegaranya, meski secara tidak jelas-jelasan. Misalkan alam hal HAM, banyak negara barat mulai meneriakkan hal ini tetapi sebenarnya Indonesia telah ada sejak diletakkannya Pancasila sebagai dasar negara, demikian pula halnya dalam kerukunan beragama.

Nasionalisme Pancasila adalah nasionalisme yang sangat unik dan mulai banyak ditiru negara lain, maka kita wajib menjaga Pancasila sebagai dasar negara serta mempertahankan rasa nasionalisme Pancasila dengan cara terus menerus membangun dan memupuk kecintaan pada Pancasila, Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia baik terhadap diri kita sendiri maupun terhadap anak-cucu kita sejak sedini mungkin.

Kita dapat memulainya dengan lebih mencintai makanan bangsa kita sendiri, kebudayaan kita sendiri, kesenian kita sendiri dan lain-lainnya milik bangsa kita sendiri dari pada meniru dan mencintai milik bangsa lain. Bangsa lain mulai mempelajari budaya kita tetapi kenapa kita harus malu dengan kebudayaan kita sendiri.

Termasuk dalam hal sektor perdagangan dan ekonomi, kita memiliki budaya gotong royong bukan kapitalisme, yaitu suatu sistem kebersamaan dalam usaha dan perekonomian. Kita memiliki budaya saling asah asuh dan saling hormat menghormati tanpa harus merendah dan meninggikan derajat orang lain seperti yang tercermin dalam budaya feodal, budaya raja-raja sebenarnya tidak 100% milik kita, karena pada budaya kita antara pemimpin dan yang dipimpin adalah dengan duduk sejajar yang digambarkan dengan duduk bersila pada saat berdiskusi dan keputusanpun diambil dengan mufakat,bukan yang memimpin duduk lebih tinggi (duduk di kursi) daripada yang dipimpin (bersila dibawah) dan komunikasi diskusi cenderung satu arah.

Inikah budaya asli kita? Bukan, maka mari kita kembali kepada kaedah bangsa kita sendiri, bangsa Indonesia dengan rasa Nasionalisme Pancasila.

Merdeka!!!

Kanadianto

0 komentar:

Posting Komentar